Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami penyidikan kasus dugaan pemerasan dalam proses pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Dalam perkembangan terbaru, beberapa aparatur sipil negara (ASN) serta pihak swasta dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Salah satu saksi yang diperiksa adalah ASN dari Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, yang diketahui bernama Angga Prasetya Ali Saputra (AGP). AGP menjabat sebagai Kepala Seksi Pemeriksaan II di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Tempat Pemeriksaan Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
Selain AGP, dua orang dari PT Batara Sukses Maju juga dipanggil untuk memberikan keterangan, yakni direktur berinisial LNA dan komisaris MRD. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan pemanggilan tersebut saat dikonfirmasi oleh ANTARA, Rabu (30/7).
Sebelumnya, pada Senin (28/7), dua pihak swasta berinisial IA dan AS telah dimintai keterangan. Pemanggilan saksi berlanjut pada Selasa (29/7), dengan menghadirkan seorang guru berinisial SFZ dan dua pihak swasta lain berinisial GP dan BT.
KPK sebelumnya telah mengumumkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus ini pada 5 Juni 2025. Mereka seluruhnya merupakan ASN di Kemenaker, yaitu Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Menurut hasil penyidikan, para tersangka diduga melakukan pemerasan terhadap pemohon RPTKA dalam kurun waktu 2019 hingga 2024, dengan total dana yang berhasil dikumpulkan mencapai sekitar Rp53,7 miliar. RPTKA sendiri merupakan dokumen penting yang wajib dimiliki oleh tenaga kerja asing sebelum bisa bekerja secara legal di Indonesia.
Tanpa dokumen ini, tenaga kerja asing tidak dapat memperoleh izin kerja maupun izin tinggal. Bahkan, keterlambatan dalam pengurusan dapat menyebabkan denda sebesar Rp1 juta per hari bagi para tenaga kerja asing, yang akhirnya membuat pemohon RPTKA merasa terpaksa memberikan uang kepada para pelaku.
KPK juga mengungkap bahwa praktik pemerasan ini diduga telah berlangsung sejak masa kepemimpinan Abdul Muhaimin Iskandar (2009–2014) sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan berlanjut di bawah Hanif Dhakiri (2014–2019) serta Ida Fauziyah (2019–2024).
Delapan tersangka telah resmi ditahan oleh KPK dalam dua gelombang. Penahanan pertama dilakukan pada 17 Juli 2025, disusul kloter kedua pada 24 Juli 2025.